Ajang pencarian bakat telah menjadi trend tersendiri dalam dunia pertelevisian. Di Indonesia maupun di luar negeri, acara yang bisa disebut reality show ini sudah menyedot jutaan pasang mata untuk menyaksikannya. Di Indonesia sendiri terdapat beberapa acara ajang pencarian bakat yang cukup booming, sebut saja Akademi Fantasi Indosiar (AFI), Indonesian Idol, Mamamia dan sebagainya.
Ajang pencarian bakat semacam ini juga telah memancing peserta yang tidak sedikit. Banyak sekali orang-orang yang rela mengantri seharian dari pagi hingga malam hanya untuk mendapatkan giliran audisi. Belum tentu juga mereka bisa lolos dan menjadi apa yang mereka impikan. Acara semacam ini memacu keinginan banyak orang untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang artis atau orang yang popular.
Banyak yang belum mengetahui plus minus nya dari acara semacam ini. Sebenarnya menurut buku komunikasi massa yang ditulis oleh kuswandi wawan media televisi memiliki dua tujuan yaitu:
1.Menarik para produsen (pengiklan) untuk beriklan atau menjadi sponsor utama acara audisi tersebut. Seperti kita ketahui paket acara reality audisi sangat digemari pemirsa. Dilain pihak para produsen menginginkan barang atau produknya diketahui atau ditonton banyak pemirsa. Jadi secara otomatis pihak media televisi akan dengan mudah menadapatkan pemasang iklan.
2.Menciptakan ketertarikan emosional penonton. Dalam beberapa episode acara reality audisi, terlihat ada tangis kesedihan antara pemirsa dengan peserta audisi yang gagal masuk babak berikutnya (eliminasi). Tetapi ada juga tawa haru antara peserta yang berhasil maju ke periode audisi selanjutnya. Dalam hal ini media televisi mampu mengugah dan menggarap emosi penonton untuk larut dalam acara audisi reality.
Jadi, ajang pencaarian bakat tidaklah murni mencari suatu bakat semata. Daya tarik emosi dan kisah hidup si peserta juga menjadi fokus dalam acara seperti ini. Menurut pengalaman Fikri, salah satu mahasiswa Untirta yang mengikuti audisi Indonesian Idol pada bulan febuary yang lalu sejak pagi ia sudah mengantri dan baru mendapat giliran audisi pada malam hari. Sangat melelahkan memang, tetapi hal ini terus dilakukannya demi menggapai impian. Ketika mengantri dan masuk di ruang tunggu bersama ribuan peserta lainnya fikri mendapatkan sebuah formulir yang berisi biodata, kisah hidup, dan hal-hal lain yang menyangkut kehidupan si peserta. Jika peserta tersebut memiliki kisah hidup yang cukup menarik dan dramatis mungkin akan dipertimbangkan untuk lolos. Bakat dan kemampuan tidak begitu ditonjolkan. Mungkin ada beberapa peserta yang bagus secara kualitas, tapi lihat saja, pasti juga terselip kisah hidup yang daramatis dalam diri peserta tersebut. “gw udah disuruh nyanyi tujuh lagu boy, tapi tetep aja gak lolos”, kata fikri dengan sedikit kesal. “ya bayangin aja, ngantri dari pagi, baru masuk ruang audisi jam 7 malem, bikin capek duluan”, katanya.
Faktanya, memang itulah yang terjadi sekarang ini. Pihak penyelenggara tidak hanya mencari talenta yang luar biasa, namun juga kisah hidup dari peserta tersebut. Paket yang ideal adalah bakat yang tidak terlalu besar, penampilam fisik yang lumayan, ditambah jalan hidup yang menarik untuk di ekspos.
Para pemenang atau juara dari audisi ini adalah murni berdasarkan penilaian penonton di studio atau pemirsa di rumah malalui Short Message Service (SMS) telepon selular. Juri yang hadir dalam acara audisi itu hanya berfungsi sebagai jembatan bagi penonton untuk menentukan pilihannya setelah juri memberikan analisis penilaian subjektifnya terhadap para peserta audisi.
Media televisi, terutama dalam paket acara reality di televisi ini mampu memanfaatkan keberadaan pemirsa dirumah maupun di studio dalam menciptakan “bintang” baru dikalangan pemirsa.
Akankah pemenang acara reality di televisi akan sukses dalam karier selanjutnya? Belum tentu. Itu semua berpulang kembali kepada individu tersebut. Dengan kata lain, media televisi hanya berperan sebagai “pembuka pintu” bagi pemenang audisi. Untuk selanjutnya karir pememnang audisi itu ditentukan oleh mereka sendiri. (Bela Subakti)
Ajang pencarian bakat semacam ini juga telah memancing peserta yang tidak sedikit. Banyak sekali orang-orang yang rela mengantri seharian dari pagi hingga malam hanya untuk mendapatkan giliran audisi. Belum tentu juga mereka bisa lolos dan menjadi apa yang mereka impikan. Acara semacam ini memacu keinginan banyak orang untuk mewujudkan impiannya menjadi seorang artis atau orang yang popular.
Banyak yang belum mengetahui plus minus nya dari acara semacam ini. Sebenarnya menurut buku komunikasi massa yang ditulis oleh kuswandi wawan media televisi memiliki dua tujuan yaitu:
1.Menarik para produsen (pengiklan) untuk beriklan atau menjadi sponsor utama acara audisi tersebut. Seperti kita ketahui paket acara reality audisi sangat digemari pemirsa. Dilain pihak para produsen menginginkan barang atau produknya diketahui atau ditonton banyak pemirsa. Jadi secara otomatis pihak media televisi akan dengan mudah menadapatkan pemasang iklan.
2.Menciptakan ketertarikan emosional penonton. Dalam beberapa episode acara reality audisi, terlihat ada tangis kesedihan antara pemirsa dengan peserta audisi yang gagal masuk babak berikutnya (eliminasi). Tetapi ada juga tawa haru antara peserta yang berhasil maju ke periode audisi selanjutnya. Dalam hal ini media televisi mampu mengugah dan menggarap emosi penonton untuk larut dalam acara audisi reality.
Jadi, ajang pencaarian bakat tidaklah murni mencari suatu bakat semata. Daya tarik emosi dan kisah hidup si peserta juga menjadi fokus dalam acara seperti ini. Menurut pengalaman Fikri, salah satu mahasiswa Untirta yang mengikuti audisi Indonesian Idol pada bulan febuary yang lalu sejak pagi ia sudah mengantri dan baru mendapat giliran audisi pada malam hari. Sangat melelahkan memang, tetapi hal ini terus dilakukannya demi menggapai impian. Ketika mengantri dan masuk di ruang tunggu bersama ribuan peserta lainnya fikri mendapatkan sebuah formulir yang berisi biodata, kisah hidup, dan hal-hal lain yang menyangkut kehidupan si peserta. Jika peserta tersebut memiliki kisah hidup yang cukup menarik dan dramatis mungkin akan dipertimbangkan untuk lolos. Bakat dan kemampuan tidak begitu ditonjolkan. Mungkin ada beberapa peserta yang bagus secara kualitas, tapi lihat saja, pasti juga terselip kisah hidup yang daramatis dalam diri peserta tersebut. “gw udah disuruh nyanyi tujuh lagu boy, tapi tetep aja gak lolos”, kata fikri dengan sedikit kesal. “ya bayangin aja, ngantri dari pagi, baru masuk ruang audisi jam 7 malem, bikin capek duluan”, katanya.
Faktanya, memang itulah yang terjadi sekarang ini. Pihak penyelenggara tidak hanya mencari talenta yang luar biasa, namun juga kisah hidup dari peserta tersebut. Paket yang ideal adalah bakat yang tidak terlalu besar, penampilam fisik yang lumayan, ditambah jalan hidup yang menarik untuk di ekspos.
Para pemenang atau juara dari audisi ini adalah murni berdasarkan penilaian penonton di studio atau pemirsa di rumah malalui Short Message Service (SMS) telepon selular. Juri yang hadir dalam acara audisi itu hanya berfungsi sebagai jembatan bagi penonton untuk menentukan pilihannya setelah juri memberikan analisis penilaian subjektifnya terhadap para peserta audisi.
Media televisi, terutama dalam paket acara reality di televisi ini mampu memanfaatkan keberadaan pemirsa dirumah maupun di studio dalam menciptakan “bintang” baru dikalangan pemirsa.
Akankah pemenang acara reality di televisi akan sukses dalam karier selanjutnya? Belum tentu. Itu semua berpulang kembali kepada individu tersebut. Dengan kata lain, media televisi hanya berperan sebagai “pembuka pintu” bagi pemenang audisi. Untuk selanjutnya karir pememnang audisi itu ditentukan oleh mereka sendiri. (Bela Subakti)
No comments:
Post a Comment