Pages

Tuesday 20 April 2010

Budaya(kan) Menulis

Tangerang (20/4) – Menarik ketika membaca artikel dari Rhenald Kasali berjudul “Orang Pintar Plagiat”, di harian Kompas edisi Selasa 20 April 2010. Dalam tulisannya, ahli manajemen ekonomi yang juga merupakan guru besar manajemen Universitas Indonesia ini berbicara tentang praktik-praktik plagiarisme oleh kalangan pendidik yang belakangan ramai diberitakan media.

Menurut Rhenald, sikap plagiat atau meniru karya orang lain, timbul karena seseorang malas melakukan observasi, berpikir, atau lebih jauh melakukan sesuatu di luar kebiasaan (out of box).Dalam dunia pendidikan, terutama perguruan tinggi, plagiarisme kerap terjadi karena individu yang enggan untuk berpikir kreatif dan menuangkan idenya itu melalui tulisan.
Hal ini melihat plagiarisme yang kerap terjadi di ranah perguruan tinggi menyangkut penjiplakan karya-karya (yang sebagian besar berupa tulisan) milik orang lain.

Kasus plagiarisme yang kerap bersinggungan dengan dunia pendidikan diantaranya pengutipan tanpa mencantumkan nama penulis, penggantian judul sebuah karya tulis, atau yang lebih ekstrim hanya melakukan penggantian nama pemilik karya tulis.
Kalangan akademisi pada dasarnya memiliki modal keilmuwan untuk membuat suatu karya tulis yang dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki nilai manfaat. Namun yang sering dihadapi ialah bagaimana melakukan penyingkronan antara ide dengan kemampuan menulis sehingga menghasilkan tulisan yang berkualitas dan original.

Mahasiswa sebagai elemen akademisi merupakan “kubu” yang paling akrab dengan kegiatan “mengutip”. Pengutipan oleh mahasiswa biasanya dilakukan dalam upayanya memenuhi tugas dari pendidik, dalam hal ini dosen. Menjadi suatu hal yang dilematis saat mempertanyakan apakah karya kita telah dengan tidak sengaja (atau sengaja) mengutip karya orang lain. Jikapun kutipan kita telah mencantumkan nama penulis, apakah hal tersebut otomatis menjadikan karya kita bebas plagiarisme?

Berpengetahuan saja menurut Rhenald Kasali, belum tentu membuat seseorang mampu membuat karya-karya ilmiah. Pada akhir tulisannya, kita dapat menangkap pesan bahwa menghasilkan karya tulis yang original merupakan hal yang penting. Karya tulis yang biasa-biasa saja namun original lebih patut dihargai dibanding karya tulis sempurna namun plagiat.Menulis harus menjadi budaya, dan membudayakan kebiasaan menulis di lingkungan kampus ialah sebuah keharusan.

Karya tulis yang sederhana namun original perlahan akan membuka khazanah berpikir si penulis. Kreatifitas penulis untuk menjembatani antara pemikiran(dari hasil pengamatan, observasi, pengalaman, dan bacaan) dengan kemampuan motorik akan terlatih dengan membiasakan menulis. Membiasakan membuat karya tulis diharapkan dapat perlahan menjauhkan kita dari sikap plagiarisme. (Lufthi)

2 comments:

  1. lufthi, bagus juga tulisan kamu. mau sedikit komen nih. kita sebagai akademisi memang tidak bisa dan sebenarnya tidak boleh meninggalkan kutian dalam tulisan ilmiah kita. Dalam setiap beberapa halaman dalam tulisan ilmiah kita minimal harus ada satu kutipan yang mendukung atau menjadi dasar tulisan kita. jika tidak, bisa jadi tulisan kita itu adalah karangan belaka, bukan tulisan ilmiah. berbeda halnya jika kita memang menulis fiksi, kutipan tidak perlu digunakan karena kita memang sedang mengarang.. gitu aja, gudluck 4U, keep writing.

    ReplyDelete
  2. Terimakasih atas sarannya Pak Ari.

    ReplyDelete