“Mau kemana neng?” tanya seorang laki-laki bertubuh tambun kepada saya. “Serang bang, ”jawab saya. “Ohh, mau ke kampus ya?” tanyanya kembali kepada saya. Beginilah awal perkenalan saya dengan bang Otong seorang calo bus. Sosoknya yang cukup supel membuat saya tertarik untuk tahu lebih dalam tentang pekerjaannya yang cukup unik.
Beberapa saat setelah perkenalan itu, kembali terlihat segerombolan orang membawa tas besar yang terlihat dari arah sebrang jalan tempat saya menunggu bus Serang-Labuan dari cikokol. Kembali bang otong menanyakan pertanyaan yang sama kepada segerombolan orang itu, ternyata mereka ingin mencari bus ke Cirebon.
Bang otong hanya lalu-lalang di sepanjang trotoar jembatan cikokol, menghampiri setiap orang yang menunggu bus di sana. Ketika bus yang di tunggu oleh orang-orang yang menunggu bang Otong sigap menawarkan penumpang untuk naik, dan bang Otong akan mendapat upah dari sang kondektur.
“Ya.. beginilah kerjaan saya neng, jadi calo,” ucap Otong sambil merapihkan beberapa uang seribuan yang dikeluarkan dari kantong celananya.
Badrun alias Otong adalah seorang calo yang biasa ada di jembatan Cikokol. Setiap harinya
Otong mencari penumpang untuk bus-bus yang lewat di jembatan Cikokol menuju arah Tol Kebon Nanas.Upah dari setiap bus memang tidak banyak, akan tetapi setelah diakumulasikan setiap harinya Otong bisa mendapat uang sekitar Rp. 80.000.
“Upah dari tiap bus antara Rp. 1000 - Rp.2000, tapi bus yang lewat daerah sini juga banyak, penumpang yang biasa nunggu disini juga lumayan”, ujarnya sambil menghembuskan asap rokok.
Otong menambahkan, upah yang dia dapat tiap harinya tidak hanya untuk dirinya, tapi harus berbagi kepada sesama penghuni pinggir jalanan lainnya. Otong mengaku dia adalah seorang rantauan dari Cirebon yang ingin mengadu nasib di Ibukota. Namun, nasibnya kurang baik, sehingga pekerjaan inilah satu-satunya yang bisa ia lakukan.
“Saya disini tidak tinggal sendiri, banyak pengamen yang menjadi kawan seperjuangan.” Ujarnya sambil termenung.
Otong yang terlihat dekil saat itu, memiliki banyak keinginan besar untuk menjadi seseorang yang sukses, namun kemampuan dan tingkat pendidikan yang rendah hanya membawanya pada pekerjaan sebagai calo penumpang.
Otong mengungkapkan, ‘calo’ yang dikerjakannya tidak sama seperti calo-calo yang ada di terminal. Otong hanya menjadi pengantar antara penumpang kepada bus-bus yang menjadi tujuan si penumpang.
“Ya... kalau kebetulan bus yang lewat tapi penumpangnya ga ada yang mau naik bus yang lewat, ya saya ga dapet duit,” jelas Otong.
Otong menambahkan, tidak semua bus yang lewat akan memberikannya selembar uang seribuan, tergantung tujuan bus dan tujuan penumpangnya, kalau kebetulan satu arah, sang kondektur bus akan memberikan jatah kepada Otong.
Laki-laki kelahiran Cirebon tahun 1970 ini mengaku telah memiliki seorang istri dan dua orang anak yang sudah lama tak dijumpainya semenjak dia meninggalkan kampung halamannya, Cirebon. “Makanya neng, jadi istri kedua saya saja, ya...” ledeknya dengan genit.
Otong yang sudah hampir lima tahun tidak kembali ke kampung halamannya ini, mengaku merasa rindu dengan kedua anaknya dan istrinya. Dia mengatakan akan berusaha untuk menjadi seseorang yang bisa dibanggakan jika sepulangnya nanti ke Cirebon. “kalau pulang ga bawa duit kan malu neng sama tetangga, isti dan anak-anak,” ucapnya sambil senyum-senyum kecil.
Otong memaparkan hidup di jalan, bukan hal yang mudah untuk dilewati butuh perjuangan hidup yang sangat kuat, meskipun hidup dari selembar uang seribu, namun itu yang harus dilewati. Otong yang hanya lulusan Sekolah Dasar di Cirebon ini merintih, menyesali, bahwa pendidikan yang ia tempuh tidak sampai SMA. Otong merasa tidak memiliki kemampuan yang baik untuk bekerja.
Namun begitu Otong tidak pernah menyesali perjalanannya ke Tangerang untuk merantau, disamping memang dia susah menjalani kehidupan dijalan, tetapi dia pun mendapatkan pelajaran dari sesama anak jalanan yang tinggal bersamanya. Otong memandang ini hanyalah sebuah perjalanan hidup pada akhirnya kita juga akan kembali kepadanya.TUHAN, yang memiliki seisi dunia ini, tanpa kecuali dirinya.(irna)
Beberapa saat setelah perkenalan itu, kembali terlihat segerombolan orang membawa tas besar yang terlihat dari arah sebrang jalan tempat saya menunggu bus Serang-Labuan dari cikokol. Kembali bang otong menanyakan pertanyaan yang sama kepada segerombolan orang itu, ternyata mereka ingin mencari bus ke Cirebon.
Bang otong hanya lalu-lalang di sepanjang trotoar jembatan cikokol, menghampiri setiap orang yang menunggu bus di sana. Ketika bus yang di tunggu oleh orang-orang yang menunggu bang Otong sigap menawarkan penumpang untuk naik, dan bang Otong akan mendapat upah dari sang kondektur.
“Ya.. beginilah kerjaan saya neng, jadi calo,” ucap Otong sambil merapihkan beberapa uang seribuan yang dikeluarkan dari kantong celananya.
Badrun alias Otong adalah seorang calo yang biasa ada di jembatan Cikokol. Setiap harinya
Otong mencari penumpang untuk bus-bus yang lewat di jembatan Cikokol menuju arah Tol Kebon Nanas.Upah dari setiap bus memang tidak banyak, akan tetapi setelah diakumulasikan setiap harinya Otong bisa mendapat uang sekitar Rp. 80.000.
“Upah dari tiap bus antara Rp. 1000 - Rp.2000, tapi bus yang lewat daerah sini juga banyak, penumpang yang biasa nunggu disini juga lumayan”, ujarnya sambil menghembuskan asap rokok.
Otong menambahkan, upah yang dia dapat tiap harinya tidak hanya untuk dirinya, tapi harus berbagi kepada sesama penghuni pinggir jalanan lainnya. Otong mengaku dia adalah seorang rantauan dari Cirebon yang ingin mengadu nasib di Ibukota. Namun, nasibnya kurang baik, sehingga pekerjaan inilah satu-satunya yang bisa ia lakukan.
“Saya disini tidak tinggal sendiri, banyak pengamen yang menjadi kawan seperjuangan.” Ujarnya sambil termenung.
Otong yang terlihat dekil saat itu, memiliki banyak keinginan besar untuk menjadi seseorang yang sukses, namun kemampuan dan tingkat pendidikan yang rendah hanya membawanya pada pekerjaan sebagai calo penumpang.
Otong mengungkapkan, ‘calo’ yang dikerjakannya tidak sama seperti calo-calo yang ada di terminal. Otong hanya menjadi pengantar antara penumpang kepada bus-bus yang menjadi tujuan si penumpang.
“Ya... kalau kebetulan bus yang lewat tapi penumpangnya ga ada yang mau naik bus yang lewat, ya saya ga dapet duit,” jelas Otong.
Otong menambahkan, tidak semua bus yang lewat akan memberikannya selembar uang seribuan, tergantung tujuan bus dan tujuan penumpangnya, kalau kebetulan satu arah, sang kondektur bus akan memberikan jatah kepada Otong.
Laki-laki kelahiran Cirebon tahun 1970 ini mengaku telah memiliki seorang istri dan dua orang anak yang sudah lama tak dijumpainya semenjak dia meninggalkan kampung halamannya, Cirebon. “Makanya neng, jadi istri kedua saya saja, ya...” ledeknya dengan genit.
Otong yang sudah hampir lima tahun tidak kembali ke kampung halamannya ini, mengaku merasa rindu dengan kedua anaknya dan istrinya. Dia mengatakan akan berusaha untuk menjadi seseorang yang bisa dibanggakan jika sepulangnya nanti ke Cirebon. “kalau pulang ga bawa duit kan malu neng sama tetangga, isti dan anak-anak,” ucapnya sambil senyum-senyum kecil.
Otong memaparkan hidup di jalan, bukan hal yang mudah untuk dilewati butuh perjuangan hidup yang sangat kuat, meskipun hidup dari selembar uang seribu, namun itu yang harus dilewati. Otong yang hanya lulusan Sekolah Dasar di Cirebon ini merintih, menyesali, bahwa pendidikan yang ia tempuh tidak sampai SMA. Otong merasa tidak memiliki kemampuan yang baik untuk bekerja.
Namun begitu Otong tidak pernah menyesali perjalanannya ke Tangerang untuk merantau, disamping memang dia susah menjalani kehidupan dijalan, tetapi dia pun mendapatkan pelajaran dari sesama anak jalanan yang tinggal bersamanya. Otong memandang ini hanyalah sebuah perjalanan hidup pada akhirnya kita juga akan kembali kepadanya.TUHAN, yang memiliki seisi dunia ini, tanpa kecuali dirinya.(irna)
No comments:
Post a Comment